Selasa, 14 Oktober 2014

Khutbah Jum'at: Pemuda calon pemimpin masa depan



Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اعوذبالله من الشيطان الر جيم
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Jamaah Sidang Jum’at yang berbahagia,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, marilah kita sama-sama memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada kita berupa kesehatan, untuk memenuhi panggilan-Nya, yakni menunaikan ibadah shalat Jum’at. Shalawat dan salam kita berikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia dari zaman jahiliyah yang penuh kegelapan menuju zaman keislaman yang tercerahkan; dan juga kepada para sahabatnya serta para generasi selanjutnya yang memperjuangkan Islam hingga akhir zaman nanti.
Melalui mimbar jum’at ini, saya selaku khotib ingin menyampaikan pesan-psan khusus kepada diri saya sendiri dan kepada hadirin pada umumnya.  Hendaknya kita selalu bertakwa kepada Allah SWT dan mentaati ajaran-ajaran yang dibawa oleh baginda Rasulullah SAW.
Jama’ah siding jum’ah yang dirahmati Allah
Generasi muda merupakan generasi penerus yang akan menggantikan generasi tua saat ini, generasi muda adalah generasi harapan bangsa, yang suatu saat nanti akan memegang esatafet kepemimpinan di negeri ini, generasi muda adalah generasi yang potensial dengan segala kemapuan yang dimilikinya, generasi muda adalah generasi yang penuh idealisme positif dengan sejuta harapan dan keinginan, dengan segudang dan setinggi langit cita-cita yang akan diraihnya. Generasi muda, perlu memperoleh perhatian khusus sebagai generasi yang akan datang, yang akan menggantikan kedudukan generasi tua sekarang ini, yang sudah akan meninggalkan dunia yang fana ini.
Jamaah Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan salah satu tempat yang sangat tepat untuk melakukan pembinaan generasi muda, tempat yang ideal untuk memberikan pemahaman-pemahaman yang positif, yang akan dijadikan pegangan oleh generasi muda untuk menghadapi persaingan-persaingan ketat, dan kehidupan dimasa yang akan datang yang belum jelas baik buruknya, oleh sebab itu melalui mimbar ini, marilah kita berpikir sejenak akan bagaimana dan mau kemana kita bawa generasi muda ini, sebab generasi muda merupakan tulang punggung masa yang akan datang dan yang perlu ketangguhan di segala bidang.
Sejak dahulu para Nabi dan para pemimpin telah menyadari akan pentingnya pembinaan generasi muda dan mereka mengharapkan untuk mempunyai keturunan atau generasi yang bisa diandalkan, guna menggantikan mereka, kaum tua sebagai pemimpin umat. Dan merekapun tak segan-segan membina generasi mudanya. Sebagai contoh bahwa Nabi Ibrahim AS berdoa, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah QS. Ibrahim:
Artinya: “ Dan ( ingatlah) ketika Ibrahim (berdoa): “ Ya tuhanku, jadikanlah negeri ini ( Makkah) negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala”.
Demikian pula Lukmanul Hakim memberikan pembinaan terhadap anaknya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah.(QS. Lukman:17-18)
Artinya: Hai anakku, dirikanlhan sholat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah tehadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah, dan jangnlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong), dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri, dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakanlah suaramu, sesungguhnya seburu-buruk suara adalah suara keledai”.

Selain ayat di atas ada beberapa hadis yang disampaikan oleh Rasullullah SAW, yaitu:
“Pelajarilah seorang anak untuk bersembhayang karena sudah berumur tujuh tahun, dan pukullah dia karena meninggalkan sembahyang sebab sudah berusia sepuluh tahun”. (HR. Ahmad dalam Musnad, Tirmizi, Thobroni dan Al-Hakim).
Dalam sabdanya yang lain:
 “Pelajarilah anak-anakmu berenang dan memanah, dan sebaik-baik permainan wanita mukmin adalah memintal”. (HR. Ad-dailani dan Firdaus)
Hadirin yang dimuliakan Allah.
Keluarga Imron pernah mengharapakan untuk mempunyai seorang anak laki-laki yang saleh untuk berkhidmat kepada Baitul Makdis, demikian pula Nabi Zakaria pernah memohon kepada Allah untuk dianugrahi seorang anak yang akan menggantikan kedudukannya sebagai Nabi, dan lalu dikabulkannya permohonan itu dengan lahirnya Nabi Yahya AS, sedangkan keluarga Imron dikabulkan doanya dengan lahirnya seorang cucu, yakni Nabi Isa AS.
Semua keterangan-keterangan itu memberikan petunjuk kepada kita umat sekarang ini, guna merenungkan, betapa pentingnya angkatan muda/generasi muda untuk masa-masa mendatang, di mana generasi tua sudah tidak ada lagi dan pula keterangan-keterangan itu memberikan pelajaran kepada umat manusia sekarang guna memberikan pembinaan terhadap kaum muda dalam segala bidang, yakni bidang keimanan, bidang peribadatan, bidang pergaulan dalam masyarakat, adab kesopanan dalam makan, bidang da’wah, amar ma’ruf nahi munkar dan tidak ketinggalan bidang keterampilan dan keolahragaan.
Dan janganlah generasi yang akan datang menjadi generasi yang lemah, sebagaimana digambarkan oleh firman Allah SWT QS. Anisa ayat 9:
Yang artinya” dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak (generasi muda) yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka bertutur kata yang benar”.


Demikianlah khutbah ini saya akhiri dan semoga betrmanfaat bagi kita semua dan khusunya bagi kalian, para pelajar yang akan menggantikan angkatan tua yang sebentar lagi sudah tiada di dunia yang fana ini. Amiiiin ya robbal alamin. Semoga Bermanfaat!!!
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ لاَ أَنْ هَدَانَا اللهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تُقَاتِهِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ أَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Rabu, 05 Februari 2014

Khutbah Jum'at: Berbakti Kepada Orang Tua



إنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَقُوْمُوْا بِمَا أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ مِنْ حَقِّهِ وَحُقُوْقِ عِبَادِهِ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memiliki kesempurnaan pada seluruh nama dan sifat-Nya. Kita memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya, serta memohon ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya atas kesalahan diri-diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah Subhanahu wa Ta’ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya, serta kepada seluruh kaum muslimin yang benar-benar mengikuti petunjuknya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menjalankan kewajiban-kewajiban kita kepada-Nya dan kewajiban yang harus ditunaikan terhadap hamba-hamba-Nya.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa kewajiban paling besar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah kewajiban dalam memenuhi hak orangtua. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orangtua.” (An-Nisa’: 36)
Di dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (Al-Ahqaf: 15)
Semakna dengan ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (Luqman: 14)
Pada dua ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan betapa pentingnya kewajiban berbakti kepada orangtua dengan menggambarkan betapa besarnya pengorbanan dan jasa orangtua terutama ibu kepada anaknya. Maka, sudah semestinya bagi seorang anak untuk berbuat baik kepada orangtuanya, karena orang yang berakal tentu tidak akan melupakan kebaikan orang lain terhadapnya apalagi membalas kebaikannya dengan menyakitinya. Maka, apakah layak bagi seorang anak untuk melupakan kebaikan orangtuanya sehingga tidak berbuat baik kepadanya? Begitu pula, tentu lebih tidak pantas lagi bagi seorang anak untuk menyakiti orangtuanya yang telah terus-menerus berbuat baik kepadanya dengan mengeluarkan pengorbanan yang sangat besar bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya.
Hadirin rahimakumullah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua. Bahkan, lebih besar dari jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari sahabat Abdullah ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلّيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ
Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Berbakti kepada orang tua.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari ayat-ayat dan hadits di atas serta yang lainnya, seseorang akan memahami dengan jelas betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orangtua.
Hadirin rahimakumullah,
Kewajiban berbuat baik kepada orangtua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orangtua. Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orangtuanya meskipun seandainya keduanya dalam keadaan kafir sekalipun. Sebagaimana dalam berfirman-Nya,
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)
Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik kepada orangtua tidaklah gugur, karena keduanya dalam keadaan kafir, serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa kemungkaran tetap tidak boleh ditaati.
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Berbuat baik kepada orangtua sangat banyak caranya dan sangat luas cakupannya. Bisa dilakukan dengan ucapan, perbuatan, maupun dengan harta.
Berbuat baik dengan ucapan, maka bisa dilakukan dengan menjaga tutur kata yang baik dan tidak menyakitkan serta dengan berlemah-lembut ketika berbicara kepadanya. Sedangkan berbuat baik dengan perbuatan, bisa dilakukan dengan membantu menyiapkan keperluan-keperluannya atau melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya untuk meringankan bebannya serta memenuhi perintah-perintah-Nya, selama bukan dalam bentuk berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan berbuat baik dengan harta, bisa dilakukan dengan menginfakkan sebagian dari hartanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Hadirin rahimakumullah,
Berbuat baik kepada orangtua juga tidaklah terbatas pada saat keduanya masih hidup. Bahkan, di saat keduanya sudah meninggal dunia pun, berbuat baik kepadanya masih bisa dilakukan. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz ibnu Abdullah ibnu Baz rahimahullah, salah seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia mengatakan, “Disyariatkan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk yang telah meninggal dunia, begitu pula bersedekah atas namanya dengan berbuat baik berupa memberikan bantuan kepada fakir miskin, (yaitu) seseorang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan perbuatan tersebut dan kemudian berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan pahala dari sedekah tersebut untuk ayah dan ibunya atau selain keduanya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Hal ini karena Nabi bersabda (yang artinya), ‘Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa untuknya.’ Disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَلَمْ تُوْصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ لَتَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan beliau belum sempat berwasiat namun aku yakin kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah, apakah beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar.” (Muttafaqun ‘alaih)
Begitu pula (akan bermanfaat untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas nama si mayit, demikian pula ibadah umrah, serta membayarkan utang-utangnya. Semua itu akan bermanfaat untuk yang meninggal sebagaimana telah datang dalil-dalil yang syar’i menunjukkan hal tersebut.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat, 4/342)
Termasuk amalan berbakti kepada orangtua yang bisa dilakukan sepeninggal mereka adalah menghubungi kerabat dan teman-teman mereka. Bahkan juga dengan menghubungi atau berbuat baik kepada keluarga dari teman-teman orang tua kita. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari sahabat Abdullah ibnu ‘Umar ibn Al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma, bahwa beliau berjalan menuju kota Makkah dan mengendarai keledai yang ditungganginya untuk beristirahat di saat lelah. Ketika beliau sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan beliau seorang badui dan berkatalah beliau (kepada badui tersebut), “Apakah engkau Fulan ibnu Fulan?” Orang badui tersebut menjawab, “Benar.” Maka, beliau (sahabat Abdullah ibn ‘Umar radhiallahu ‘anhuma) memberikan keledainya kepada badui tersebut seraya mengatakan, “Naikilah kendaraan ini.” Kemudian beliau juga memberikan kain surbannya yang sedang dipakai seraya mengatakan, “Pakailah kain ini untuk diikatkan sebagai penutup kepalamu.” Maka, berkatalah orang-orang kepada sahabat Abdullah ibn ‘Umar radhiallahu ‘anhuma, “Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan kepadanya keledai yang engkau tunggangi di saat ingin beristirahat dari kelelahan dan engkau berikan imamah yang sedang engkau ikatkan di kepalamu.” Maka, ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah teman (orangtua saya) ‘Umar ibn Al-Khaththab’, dan sungguh saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Sesungguhnya, termasuk dari perbuatan paling baik dalam berbakti kepada orang tua adalah seseorang berbuat baik kepada keluarga orang yang dicintai (teman) ayahnya.” (H.R. Muslim)
Lihatlah hadirin rahimakumullah, betapa luasnya kesempatan untuk berbakti kepada orangtua. Apakah kita akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalankan kewajiban yang mulia ini? Lihatlah pula betapa besarnya semangat para sahabat dalam menjalankan kewajiban berbakti kepada orang tua. Maka bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita mengikuti jalan salafush shalih dalam amalan ini?
Hadirin rahimakumullah,
Seseorang yang berbuat baik kepada orangtuanya maka dia akan mendapatkan balasan yang sangat besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan hanya di akhirat kelak, namun juga di dunia. Di antaranya adalah bahwa orang-orang yang berbuat baik kepada orang tuanya, maka akan berbuat baik pula anak-anaknya kepadanya. Karena sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang syar’i bahwa balasan seseorang adalah sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Di samping itu, seseorang yang berbuat baik kepada orang tua juga akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang menimpanya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya yang menceritakan tentang kisah tiga orang yang ketika masuk untuk beristirahat di dalam gua. Tiba-tiba ada batu besar yang jatuh menutup pintu gua. Maka dalam kesulitan tersebut, ketiga orang tadi bertawassul memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menyebutkan amalan shalih yang pernah mereka lakukan. Pada akhirnya batu yang menutup pintu goa pun terbuka sehingga mereka bisa keluar dari gua tersebut. Di antara amal shalih yang disebutkan oleh salah satu dari mereka adalah perbuatan baiknya kepada orangtuanya.
Maka, di antara sebab yang akan menjadikan seseorang memperoleh jalan keluar dari kesulitan-kesulitannya adalah dengan menjalankan amalan yang mulia ini. Begitu pula di antara balasan bagi seseorang yang berbuat baik kepada orangtuanya adalah akan dimudahkannya dirinya dalam mencari rezeki dan dipanjangkan umurnya. Sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barang siapa senang untuk diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah rahimnya.” (H.R. Muslim)

Berbakti kepada orang tua masuk ke dalam keumuman hadits ini karena termasuk penunaian silaturahim, dan bahkan silaturahim yang paling tinggi adalah menghubungi orang tua. Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa berbakti kepada orangtua. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ والتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita selalu bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menjalankan kewajiban yang telah diperintahkan oleh-Nya. Sesungguhnya dengan bertakwalah seseorang akan mendapatkan akibat yang baik dan hasil akhir yang membahagiakan.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Setelah kita mengetahui betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orang tua, maka tentu saja tidak semestinya bagi kita untuk menganggap remeh amalan ini. Apalagi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menjalankan kewajiban ini di saat yang sangat sulit untuk dijalankan. Yaitu di saat orang tua telah berusia lanjut, yang dalam usia tersebut tentunya orang tua dalam keadaan semakin lemah badan dan cara berpikirnya, sehingga bisa membuat seorang anak akan merasa capai dalam mengurusinya. Dalam keadaan demikian, seorang anak bisa terkena rasa bosan dan bahkan jengkel dengan perkataan maupun perbuatan yang dilakukan oleh orangtua. Namun, dalam keadaan yang demikian pun seorang anak harus bersabar dan tidak menyakiti orangtuanya dalam bentuk apapun. Hal ini tentu menunjukkan betapa ditekankannya kewajiban ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا
 وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Jika salah seorang di antara kedua orang tua atau kedua-duanya telah berumur lanjut (dan mereka) dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah memelihara aku sewaktu kecil.” (Al-Isra’: 23-24)

Di dalam ayat tersebut pula Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya menyakiti orang tua, meskipun dengan ucapan yang hanya menunjukkan kekesalan. Maka perbuatan menyakiti yang lebih dari itu lebih besar dosanya. Di dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan agar seorang anak berbuat baik kepada orangtuanya. Yaitu dengan mengucapkan tutur kata yang sopan dengan merendahkan diri di hadapannya serta mendoakan kebaikan untuk keduanya.
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita berupaya untuk memperbaiki diri dalam menjalankan kewajiban kita kepada orang tua. Marilah kita senantiasa mengingat betapa tingginya amalan ini di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan betapa besarnya pengorbanan orang tua kepada kita terlebih di saat masih dalam kandungan dan saat persalinan, serta setelah dilahirkan sebagai seorang bayi. Kedua orang tua telah mengerahkan tenaga dan pikirannya, serta hartanya untuk merawat kita. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi kita untuk berbakti kepadanya. Siapapun orang tua kita dan bagaimanapun keadaan orang tua kita. Apakah mereka orang yang miskin, cacat dan tidak berpangkat atau bahkan seandainya keduanya belum mendapatkan hidayah sehingga masih dalam keadaan kafir, berbuat bid’ah, atau terjatuh pada kemaksiatan lainnya. Hal tersebut tidaklah membuat gugurnya kewajiban kita dalam berbakti kepada orangtuanya. Bahkan, seseorang harus tetap berkata yang baik dan tidak menyombongkan dirinya, baik dengan harta dan kedudukannya, serta ilmunya di hadapan orang tuanya. Namun, dia harus berusaha membantu keperluan keduanya selama tidak melanggar syariat dan berusaha untuk menjadi sebab turunnya hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada keduanya.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan kepada kita untuk berbakti kepada orang tua, serta memberikan kepada kita kemudahan untuk senantiasa ikhlas dalam menjalankannya.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Selasa, 19 November 2013

Khutbah Jum'at- Pentingnya Dakwah



الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اعوذبالله من الشيطان الر جيم
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Jamaah Sidang Jum’at yang berbahagia,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, marilah kita sama-sama memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada kita berupa kesehatan, untuk memenuhi panggilan-Nya, yakni menunaikan ibadah shalat Jum’at. Shalawat dan salam kita berikan kepada Nabi Besar Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam yang telah menuntun umat manusia dari zaman jahiliyah yang penuh kegelapan menuju zaman keislaman yang tercerahkan; dan juga kepada para sahabatnya serta para generasi selanjutnya yang memperjuangkan Islam hingga akhir zaman nanti.
Adapun kesyukuran tersebut secara kesinambungan haruslah kita wujudkan dengan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah yang selalu melihat gerak-gerik kita, dengan sebenar-benar takwa, Dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segenap larangan-Nya.
Bukankah semua umat Islam sepakat bahwa dakwah adalah amalan yang disyariatkan dan masuk kategori fardhu kifayah. Tidak boleh kategori diabaikan, diacuhkan, dan dikurangi bobot kewajibannya. Hal itu disebabkan terdapat sedemikian banyak perintah dalam Al-Qur’an dan Sunah rasululah untuk berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar.

Sebagaimana firman Allah SWT:
Yang artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (QS. Ali Imran, 3 : 104)
 
Maksud ayat ini adalah jadilah kamu sekelompok orang dari umat yang melaksanakan kewajiban dakwah. Di mana kewajiban ini berlaku bagi setiap muslim, sebagaimana dijelaskan oleh sabda Rasulullah SAW. ”Siapa pun yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, kalau tidak mampu, hendaklah mengubah dengan lisannya, kalau tidak mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Bukhori Muslim)
Maka ingatlah, wahai kaum muslimin bahwa dakwah untuk menegakkan ajaran-ajaran Allah merupakan kewajiban yang disyari’atkan dan menjadi tanggung jawab yang harus dipikul oleh kaum muslimin seluruhnya. Artinya setiap muslim dituntut untuk berdakwah sesuai kemampuannya dan peluang yang dimilikinya. Oleh sebab itu wajiblah bagi kita untuk senantiasa bersemangat dan berpartisipasi dalam berdakwah menyebarkan Islam ke mana pun kita menuju dan di mana saja kita berada.
Jamaah Shalat Jum’at yang berbahagia,
Dakwah dan amar ma’ruf merupakan prasyarat dalam membangun khairu ummah (umat pilihan). Seandainya umat Islam tak mau berdakwah, maka tentu mereka pasti mengalami kerugian dan kemunduran dalam pelbagai aspek kehidupan.
Kemulian sekelompok benar-benar disebabkan karena dakwah dan demikian pun dengan kehinaan mereka adalah karena meninggalkan dakwah. Allah SWT berfirman:
Yang artinya: “Kamu semua adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3 : 110)
Melalui ayat ini, Allah mengisyaratkan pemberian predikat yang terbaik kepada umat manusia bila mereka mampu memenuhi tiga syarat yaitu:
1.      Menyuruh kepada yang ma’ruf
2.      Mencegah dari yang mungkar, dan
3.      Mau beriman kepada Allah.
Jamaah Jum’at yang berbahagia,
Dakwah merupakan pekerjaan terbaik, sesuai firman Allah SWT:
ô`tBur ß`|¡ômr& Zwöqs% `£JÏiB !%tæyŠ n<Î) «!$# Ÿ@ÏJtãur $[sÎ=»|¹ tA$s%ur ÓÍ_¯RÎ) z`ÏB tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÇÌÌÈ  
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fushshilat, 41: 33)
Ayat ini dikukuhkan oleh Sabda Rasulullah SAW :
لِأَنْ يَهْدِيَكَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ. رواه مسلم
Yang artinya : Sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui engkau (dakwah engkau) maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki onta merah. (HR. Muslim)
Dari ayat dan hadits ini, menjadi jelaslah bahwa dakwah merupakan perbuatan terbaik dan pelakunya akan dibalas dengan balasan yang besar. Maka dengan segera Rasulullah tetap tegar dalam dakwah, walau diganggu, dipersulit dan meskipun akan dibunuh tidaklah hal itu menghalangi beliau dalam berdakwah demi tegaknya agama Islam.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Marilah kita sejenak merenung dan meresapi perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dan para sahabat dalam berdakwah? Mereka disiksa, diteror ada yang dibunuh, bahkan ada pula yang diembargo ekonomi dalam jangka waktu yang lama. Mereka sempat makan rumput-rumputan dan daun-daunan hingga mulut dan lidah mereka pecah-pecah. Namun mereka selalu tabah dan tetap bertekad membara menegakkan kalimatullah yang Agung dan bijaksana (li’ilaa’i kalimatullahi hiyal ulya).
Jamaah Kaum Muslimin Rokhimakumullah,
Dakwah bertujuan tersebarnya kebenaran pada umat manusia (khususnya kaum muslimin) agar senantiasa memperbaiki kualitas hidupnya. Agar para hamba Allah semakin giat beribadah kepada Sang Khaliq. Lalu mereka membela Islam, mendakwahkan Islam semampunya hingga dengan usaha mereka setelah rahmat Allah manusia masuk Islam dengan berbondong-bondong.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Demikian ringkasan dari kutbah Jum’at yang saya sampaikan, yang intinya sebagai bahan ringkasan dari khutbah tersebut adalah marilah kita tingkatkan partisipasi kita dalam berdakwah sesuai dengan kemampuan kita, profesi kita, hingga Allah memanggil kita, karena keutamaan umat ada dalam dakwah dan kerugian umat akibat meninggalkan dakwah. Sekali lagi mari kita tingkatkan semangat kita berdakwah sesuai dengan manhaj salafush shalih. Semoga Allah menolong kita dalam menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Amin ya Robbal’alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ لاَ أَنْ هَدَانَا اللهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تُقَاتِهِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ أَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ